GAPURANEWS.ID | LAMPUNG – Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 mencatat persentase jumlah penduduk miskin pedesaan mencapai 12,29 persen, sementara 7,5 persen dari seluruh penduduk Indonesia merupakan penduduk miskin di perkotaan.
Semenjak UU Desa terbit, hingga detik ini belum ada evaluasi mendalam dan menyeluruh terhadap kualitas pelayanan publik yang dikelola aparatur desa, yang berimplikasi kuat pada naik turunnya tingkat kemiskinan.
Dr. Nata Irawan, S.H., M. Si Analis Kebijakan Ahli Utama Bidang Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri yang juga putra Asli Lampung mengatakan bahwa kemiskinan belum turun. Jumat (30/6)
” Kemiskinan yang belum turun mengindikasikan bahwa, kucuran dana desa sebanyak 400,1 triliun periode 2015- 2021 belum berdampak signifikan mengatasi disparitas kemiskinan desa dan kota,” terangnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, pada tahun 2019 pemerintah berhasil mendapatkan pinjaman sebesar USD300 juta atau sekitar Rp4,2 triliun untuk mempercepat penurunan tingkat kemiskinan desa serta meningkatkan layanan di lebih dari 66.000 desa di 380 kabupaten di Indonesia.
Perbaikan rencana dan anggaran pembangunan desa, peningkatan partisipasi melalui pelibatan masyarakat desa dalam perencanaan dan penguatan akuntabilitas menjadi domain pemerintahan desa yang banyak terkait dengan pelayanan publik. Menguatnya tata kelola desa akan berimplikasi pada semakin efektifnya layanan publik yang akan diberikan kepada masyarakat desa, termasuk pengelolaan dana desa yang semakin akuntabel.
Dr. Nata Irawan, S.H., M. Si salah satu putra terbaik Lampung ini menerangkan dari hasil penelitiannya sejak tahun 2017 menunjukkan bahwa kapasitas pemerintahan desa menjadi kunci utama keberhasilan implementasi kebijakan Dana Desa.
Efektifitas organisasi pemerintah desa lanjutnya, menjadi variabel penting dalam menjalankan UU Desa agar mencapai kepuasan masyarakat. Efektifitas ini pun dipengaruhi oleh tingkat kepasitas aparatur pemerintah desa, mencakup tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan peraturan perundangan desa, dan tingkat kesesuaian pengalaman dengan peraturan perundangan desa.
” Dalam lingkup layanan publik, terdapat 31 jenis pelayanan publik yang disediakan oleh aparat pemerintah desa, mulai dari layanan keagamaan, pendidikan, kesehatan, kepemudaan, tenaga kerja, UKM, sampai pada layanan bisnis dan ekonomi,” ujarnya.
Dr. Nata Irawan, S.H.,M.Si juga menjelaskan, secara pragmatis, penelitian Mangindaan (2019) menunjukkan bahwa dari hasil analisis empat indikator kualitas SDM, yakni knowledge, skills, experience dan abilities, secara umum kualitas SDM Pemerintah Desa dalam mengelola dana desa belumlah memadai. Tingkat pendidikan Pemerintah Desa, didominasi oleh lulusan SMA dan SMP, bahkan masih banyak aparat desa, khususnya bendahara yang hanya lulusan SD. Ini sesuai dengan data Kemendagri (2019) yang menyatakan bahwa sebanyak 21% aparatur desa hanya lulusan SD dan SMP.
Sementara, lebih daripada 60 persen aparatur desa itu hanya lulusan SMA, dan 19,9% aparatur desa itu sarjana. Temuan lainnya, pendamping yang seharusnya memberikan saran dan masukan bagi Pemerintah Desa dalam pengelolaan dana desa tidak memiliki pengalaman yang sesuai. Tentu saja perlu dipikirkan bagaimana meningkatkan kualitas pemerintah desa untuk mengelola dana desa dan alokasi dana desa yang dimulai dari kajian-kajian mendalam terhadap masalah-masalah sumber daya pemerintah desa.
” Dengan target penurunan angka kemiskinan maka RPJMN 2025-2029 perlu menitikberatkan secara khusus pembangunan desa secara integratif dengan berbagai prioritas pembangunan dan bagaimana mengakhiri tahun 2024 lebih dekat kepada target RPJMN 2025-2029, sebelum masuk RPJPN 2025-2045,” pungkas Dr. Nata Irawan, S.H., M. Si.(rico)