Daerah  

Sekda Tapsel : Dengan Revitalisasi Diharap Bahasa Daerah Tak Akan Punah Oleh Zaman

GAPURANEWS.ID- Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel), H Dolly Pasaribu, SPt, MM, diwakili Sekda, Parulian Nasution, menyampaikan bahwa, peradaban dan budaya sebuah negara menjadi maju serta modern itu sangat-sangat ditentukan kemajuan pendidikan maupun kebudayaannya. 

“Ketika pendidikan maju, maka peradaban dan budaya di Tapanuli Selatan pasti akan maju, begitu juga dengan revitalisasi bahasa daerah apabila dilestarikan pasti tidak akan punah oleh zaman,” ujar Sekda saat rapat koordinasi dengan maestro revitalisasi bahasa daerah bersama Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara (Sumut) di Aula Kantor Dinas Pendidikan Tapsel, Jumat (15/7/2022).

Menurut Sekda, kemajuan satu peradaban dan kebudayaan adalah tanggungjawab semua pihak. Oleh karena itu, bagi Sekda, apabila revitalisasi bahasa daerah tidak dilaksanakan maka menjadi dosa bagi semua pihak. 

Sekda berharap, Dinas Pendidikan Tapsel harus aktif, korektif, konstruktif, inovatif, dan motivatif, dalam memasyarakatkan konsep atau program revitalisasi bahasa daerah. Bagi Sekda, menyalurkan suatu ilmu ke masyarakat merupakan ibadah, maka dari itu, laksanakan program dengan ikhlas.

“Diharapkan, program revitalisasi bahasa daerah ini segera dijalankan dan dilakukan, agar masyarakat bisa memahami tujuan dari program tersebut,” harap Sekda.

Sekda mengaku, bahwa di tengah-tengah masyarakat masih banyak yang belum mengerti bahasa daerah. Padahal, bahasa daerah itu merupakan bagian dari budaya, yang bisa memicu kegiatan-kegiatan yang konstruktif dalam memajukan peradaban suatu bangsa.

Sekda juga meminta tenaga pendidik yang hadir dalam rapat, agar bisa memahami, menghayati, dan mengamalkan, konsep revitalisasi bahasa daerah untuk diajarkan ke masyarakat Tapsel. Dalam rangka menyukseskan program revitalisasi bahasa daerah itu, menurut Sekda, perlu adanya kemauan dari tenaga pendidik agar serius mengajarkan ke masyarakat.

“Kami juga meminta ke tenaga pendidik di Tapanuli Selatan untuk dapat memberikan yang terbaik dalam Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang rencananya akan digelar pada HUT RI ke-77. Ke luar dari zona nyaman dan nanti direncanakan terkait konsep revitalisasi bahasa daerah dalam FTBI nanti,” jelas Sekda.

Sebelumnya Anggota KKLP di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Saifuddin Zuhri Harahap, dalam sambutannya, menyatakan, menurut data dari UNESCO dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, ada 200 bahasa daerah di dunia yang punah. Di Indonesia sendiri, terdata 718 bahasa daerah.

Dari 718 bahasa daerah tersebut, sebut Saifuddin, banyak yang terancam punah. Kepunahan, disebabkan karena penutur jatinya tidak lagi gunakan dan mewariskan bahasa daerah ke generasi berikutnya. Guna merespons kondisi itu, Kementerian Pendidikan meluncurkan program berupa, revitalisasi bahasa daerah.

“Adapun yang menjadi sasaran revitalisasi bahasa daerah antara lain, komunitas tutur, guru, kepala sekolah, pengawas, maupun siswa di sekolah,” katanya.

Revitalisasi ini, kata Saifuddin, sangatlah penting, mengingat bahasa daerah adalah wujud kekayaan ke-Bhinekaan Indonesia. Untuk itu, dia mengajak semua pihak untuk melestarikan bahasa daerah dengan cara mengembangkannya agar tetap adaptif terhadap perubahan zaman dan terus jadi ciri ke-Indonesiaan.

Dia melanjut, untuk Sumut sendiri ada 3 bahasa daerah yang menjadi objek dari revitalisasi di antaranya, Bahasa Melayu dialek Panai, Bahasa Melayu dialek Sorkam, dan Bahasa Batak dialek Angkola. Tujuan dari revitalisasi bahasa daerah ini yaitu, para penutur muda akan menjadi penutur aktif dalam mempelajari bahasa daerah.

Kemudian, menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah. Selanjutnya, diharapkan dapat menemukan fungsi dan ranah baru dari sebuah bahasa dan sastra daerah. Serta yang terakhir, dapat ciptakan kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah untuk mempertahankan bahasanya.

“Guna memacu revitalisasi bahasa daerah nanti, juga akan digelar FTBI di akhir 2022. Di dalam FTBI nanti, akan ditampilkan karya berupa membaca dan menulis bahasa daerah, menulis cerita pendek, membaca dan menulis puisi (sajak/gurit), mendongeng, pidato, tembang tradisi (pupuh/macapat), dan komedi tunggal (stand up comedy),” pungkasnya.

(*)